*PAPAKU SEORANG TUKANG JAHIT* oleh: Dr. Dewi Dama, S.Pd., M.Ed

_(Sebuah refleksi atas peran orang tua yang luar biasa kepada anak-anak untuk meraih cita-cita)_

Papaku bekerja sebagai tukang jahit. Menjahit adalah skill papa dan saudara-saudaranya yg diajarkan oleh orang tua, Basi Bandji (Alm).

Dulu mereka menjahit di sebuah toko kecil berlokasi di area Satya Praja, Kota Gorontalo. Aku belum lupa kenangan manis masa kecilku menemani papa bekerja disana. Lingkungan tempat papa bekerja sangat nyaman buat aku yg tomboy. Aku dapat bermain dgn leluasa karena hampir semua tukang disana mengenal baik papa bersaudara. 

Aku mulai mengenal wajah pemilik-pemilik toko tekstil langganan papa. Aku masih mengingat aroma makanan yang sering kami santap bersama saat berbuka puasa walau kini sebagian memori mulai hilang.

Papa pernah mengajariku menjahit. Papa sangat disiplin. Sampai-sampai papa pernah memukul jari-jariku karena mengabaikan instruksi beliau. Namun akhirnya aku senang karena celana yang kujahit sendiri mendapat apresiasi dari guru PKK di SMAN 3 Gorontalo tahun 1991.

Kini papa menjahit hanya untuk mengisi waktu saja buat permak pakaian keluarga. Tidak banyak dan sesekali saja. Papa menikmati hobi lainnya seperti menjala dan memancing ikan, memelihara ayam, berkebun, menembak burung, bermain _billiard_, dll. Di usia papa yang ke-76 tahun, fisik beliau masih kuat. Contohnya pada bulan puasa kemarin, papa berhasil 13 kali memanjat 4 pohon langsat di halaman kami. _So amazing_!

Terkait studiku, papa selalu mendukung kami. Saat aku balita papa bahkan punya jadwal mengajari kami menulis dan membaca setiap habis Maghrib. Itu sebabnya aku diantar ke SD saat berumur 5 tahun. Karena itu pula aku gemar membaca. Setiap hari bisa menghabiskan 2 buku cerita pendek. Saking banyaknya buku yang kubaca, aku dinobatkan sebagai duta baca saat kelas 3 SD dan dipublikasikan dalam sampul majalah pendidikan Spektrum tahun 1980an.

Papa mendampingi aku saat aku mengikuti tes pertama TOEFL di Manado tahun 2002. Padahal papa tak paham Bahasa Inggris sama sekali, tapi sepertinya papa percaya cita-citaku sejak kelas 4 SD untuk belajar keluar negeri, Australia. Papa bahkan mengajakku jalan-jalan ke Boulevard agar aku tak stress menghadapi tes. Papa menunjuk ke seberang lautan. Nampak sebuah gunung. Disanalah! Papa mengenang perjuangannya bersama kedua adiknya bertahan hidup saat hampir mati tenggelam bersama karamnya kapal penumpang Kristina di perairan Manado Tua. Qadarullah.. keberuntungan belum di tanganku. Aku gagal melewati tes. Papa menghiburku. Bahkan masih mengajakku mengunjungi banyak keluarga di Airmadidi, Karame, dan Gogagoman (Kotamobagu). Pengalaman _traveling_ pertama nan indah. Papa tak sadar mengajariku banyak values, pentingnya _hablumminannaas_. Walaupun sedihku hilang namun aku bertekad tak ingin menyia-nyiakan pengorbanan waktu, tenaga, dan biaya yang tak sedikit walau papa saat itu sudah tdk punya penghasilan dari menjahit.

Tahun 2005 aku berhasil melanjutkan studi S2 ke Flinders University di Australia. Papaku pun sangat bahagia. Aku mengajak mama ikut ke Adelaide menyambut kelahiran anak ke-2 kami. Disamping itu, aku berhasil membuat papa naik pesawat untuk pertama kali ke Manado. Senang rasanya mendengar pengalaman perdana beliau. Sejak itu aku bertekad akan membawa papa mendapat pengalaman tak ternilai lainnya.
Alhamdulillah..Kedekatanku dengan papa tak hilang begitu saja sejak menikah. Bersyukur suamiku menghormati papaku sebagai orang tua. Jika aku sakit, aku minta didampingi suami dan papaku sepaket. Dengan begitu aku merasa nyaman.. ada yang do’ain dan manjain, hehe.

Hari ini 25 Juni 2024, aku menjadi salah satu peserta Yudisium Program Doktor UNG tahun 2023/2024. Aku bahagia bukan kepalang. Hanya mama, suami, dan kerabatku yang tahu bahwa baju yang kupakai tadi adalah hasil jahitan permak papa sehari sebelum acara. Terima kasih atas segala perhatian dan do’a papa. Aku ingin mengatakan pada dunia bahwa papaku seorang tukang jahit. Aku kan selalu bersyukur kepada-Nya menjadi anak papa, Marjan Dama.

_(Terima kasih tak terhingga untuk suami, Rahmad Katon Mohi, yang selalu menuntun dan mengingatkanku akan peran dan jasa orang tua yang tiada tara.)_

Loading