Bahasa Bulango Nasibmu Kini (Bagian 1), oleh: Dr. Dewi Dama, S.Pd., M.Ed

“Bahasa adalah elemen paling mendasar dari perkembangan peradaban manusia.”
(Richard Saupia)

Jika benar keberadaan Bahasa Bulango demikian, maka tulisan bersambung ini adalah salah satu upaya untuk menemukan jawabannya. Tulisan ini merupakan bagian pertama sebuah diskursus penting dalam kajian bahasa. Oleh karena itu, mari kita bahas Bahasa Bulango agar dapat dikenal dan diidentifikasi kembali oleh masyarakat Gorontalo dengan harapan dapat memberi kontribusi terhadap pelestarian budaya daerah sebagai bagian dari kekayaan nasional Indonesia.

Bahasa Bolango termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia. Rumpun bahasa Austronesia berarti “bahasa kepulauan selatan” adalah sebuah rumpun bahasa yang sangat luas penyebarannya di dunia. Dari Taiwan dan Hawaii di ujung utara sampai Selandia Baru (Aotearoa) di ujung selatan dan dari Madagaskar di ujung barat sampai Pulau Paskah (Rapanui) di ujung timur.

Bahasa Bulango adalah salah satu ragam bahasa yang dituturkan oleh masyarakat Bulango Provinsi Gorontalo di kawasan Teluk Tomini, Indonesia. Perbedaan Bahasa Bulango dari bahasa-bahasa daerah di Gorontalo terletak pula pada dialek (Pateda, 2003) yang menggambarkan karakteristik beberapa kerajaan yang pernah ada (existed) di daerah ini, yaitu: Kerajaan Hulondalo (Gorontalo), Limutu (Limboto), dan Atinggola (Andagile) yang memiliki bahasa daerah yang dipakai oleh masyarakat masing-masing kerajaan tersebut.

Secara lebih spesifik, keberadaan Bahasa Bulango adalah salah satu artefak budaya zaman kerajaan di Gorontalo yang pernah ada di daerah Bulango, Bualemo dan Suwawa (Tuwawa). Menurut Yamin Husain (pakar budaya di Tapa), kerajaan Gorontalo terbagi atas tiga wilayah yang cukup luas yaitu: Huidu (gunung Kramat sampai dengan Pentadio), Popodu (jembatan Polungawa sampai dengan heledula’a, dan Toluwaya (Tapa sampai dengan Ulantha Boludawa).

Dengan kata lain, masyarakat di tiga wilayah kerajaan tersebut menggunakan bahasa daerah yang berbeda baik dialeknya maupun fonemnya. Sebagai contoh, masyarakat Kecamatan Tapa Kabupaten Bone Bolango yang menempati wilayah Toluwaya, menggunakan Bahasa Bulango. Secara geografis, Tapa adalah sebuah wilayah yang berdekatan dengan perbukitan dan sungai besar disekitar wilayah utara kota Gorontalo (Risto Gaib Channel, 2021). Dahulu Tapa adalah wilayah kerajaan Bulango (Otihiya) yang merupakan pecahan dari kerajaan suwawa (Biodatiya).

Hingga saat ini, eksistensi Bahasa Bulango dapat diidentifikasi dari fonemnya yang mengandung fungsi pembeda dari bahasa lain. Fonem adalah bunyi fungsional suatu bahasa (Verhaar, 2001). Bahasa Bulango memiliki karakteristik yang berbeda dari bahasa-bahasa daerah lain yang digunakan oleh masyarakat di Gorontalo (Pateda, 2003). Misalnya, dalam hal fonemik (seringnya muncul huruf ‘o’), morfologi, dan sintaksis. Menurut Hunggu Tadjuddin Usup (1986), Bahasa Bulango terdiri dari 24 fonem dengan incian 20 fonem konsonan dan 5 fonem vokal, sebagai berikut:

Konsonan

 BibirAlveolarPalatal/ RetrofleksVelarGlotal
Nasalmnɲŋ 
LetupNirsuaraptckʔ
 Bersuarabdg 
Frikatif s  h
Lateral Iɭ̆  
Getar r   
Semivokalw j  

Vokal

 DepanMadyaBelakang
Tertutupi u
Tengahe o
Terbukaa  

Vokal Panjang

 DepanMadyaBelakang
Tertutupi: u:
Tengahe: o:
Terbukaa:  

Sedangkan menurut Pateda (2003), Bahasa Bulango terdiri dari 26 fonem dengan sebagai berikut:

/ a, a:, b, d, e, e:, g, h, I, i:, j, k, l, m, n, ng, o, o:, p, s, t, nth, u, u:, w, y /

Menurut Pateda (2003), keberadaan fonem-fonem tersebut dapat dicontohkan dengan beberapa kosakata berikut.

/ a / : ali (sumur), pali (luka), bali (bola)

/ a: / : a:ti (kasihan), ba:pu (kakek), ba:ba (ayah)

/ b / : bate (sarung), bibi?o (bebek)

/ d / : dutu (hantaran)

/ e / : elenggengo (gemerincing), leto (sapu tangan)

/ e: / : pe:di (guna-guna), le:to (keburukan)

/ g / : panggu (jijik)

/ h / : huhebu (pintu), huhulo (dingin), hambela (sedangkan)

/ I / : bili (telur busuk), li?iya (perkataan)

/ i: / : di:la (tidak), ti:lo (ibu)

/ j / : jalusi (ventilasi)

/ k / : kolikihu (kudis)

/ l / : lo?iya (perkataan)

/ m / : mona?o (pergi)

/ n / : na:na (nenek), nene?alo (genit)

/ ng / : moyingo (marah), monga (makan)

/ o / : tolomo (ingat / semut)

/ o: / : tingo:li (kalian), mo:nu (harum)

/ p / : pale (beras)

/ s / : salawaku (balok)

/ t / : tohe (lampu), titileya (jendela)

/ nth / : meantho (mentang-mentang), anthingo (bentakan)

/ u / : tutu (buah dada)

/ u: / : ambu:ngu (ampun)

/ w / : wombu (cucu)

/ y / : yi?o (engkau), yi?e (tidak tahu)

Demikian tulisan bagian pertama ini yang memperkenalkan kembali Bahasa Bulango kepada pembaca. Pada tulisan berikutnya, penulis akan membahas tentang gejala kepunahan Bahasa Bulango.

References

Pateda, M. (2003). Pengantar Fonologi. Gorontalo: Viladan.

Risto Gaib Channel. (2021, Mei 9). Sejarah Singkat Suku Bolango Gorontalo, Mulai dari Pindah Wilayah dan Hebat dalam Perniagaan. Retrieved Juli 22, 2024, from https://www.youtube.com/watch?v=wgtP6XAqEc4

Usup, H. T. (1986). Rekonstruksi protobahasa Gorontalo-Mongondow. Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya. Depok: Universitas Indonesia. Retrieved from https://lib.ui.ac.id/detail?id=91285&lokasi=lokal

Verhaar, J. W. (2001). Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Loading