fsb.ung.ac.id, Gorontalo – Festival Literasi yang digelar oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Arpus) Kabupaten Bone Bolango berlangsung penuh makna. Tidak hanya menjadi ajang diskusi literasi, kegiatan ini berubah menjadi panggung pelestarian budaya yang menyentuh hati lewat kolaborasi apik antara akademisi dan seniman muda.
Bedah Pantun: Lohidu hingga Paiya Hungolopoli Dalam sesi Talk Show bertajuk “Jelajah Pantun Gorontalo”, dua akademisi dari Fakultas Sastra dan Budaya (FSB) didapuk sebagai narasumber utama. Prof. Dr. Dakia N. Djou bersama Yunus Dama, S.Pd., M.Pd., Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia, mengupas tuntas kekayaan tradisi lisan Gorontalo, mulai dari Lohidu, Pantungi, hingga Paiya Hungolopoli.
Diskusi yang dipandu oleh moderator Dr. Munkizul Umam Kau, S.Fil., M.Fil. ini berjalan dinamis, membuka wawasan peserta tentang filosofi mendalam yang terkandung dalam bait-bait pantun warisan leluhur.
Nostalgia Musik Tradisi: Upaya Melawan Gerusan Teknologi Suasana festival semakin hidup dengan penampilan Kelompok Musik Tradisional Beranda Etnika dari Jurusan Pendidikan Sendratasik, yang didampingi langsung oleh Dosen Penanggung Jawab, Rahmawati Ohi, S.Pd., M.Sn.
Penampilan ini menuai apresiasi tinggi dari Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Bone Bolango, Mesalina vivi saputri, SE,M.Si. Kadis Arpus mengungkapkan rasa bahagianya saat musik tradisional Gorontalo kembali menggema, menghadirkan lagu-lagu lawas yang sudah sangat jarang terdengar di telinga publik. Momen ini menjadi oase nostalgia yang mengingatkan kembali pada identitas asli daerah.
Integrasi Mata Kuliah dan Pelestarian Budaya Di balik penampilan memukau tersebut, terdapat misi akademis yang kuat. Rahmawati Ohi, S.Pd., M.Sn., menjelaskan bahwa penampilan ini merupakan output nyata dari Mata Kuliah Ansambel Musik Tradisional.
“Ini adalah upaya kami untuk memperkenalkan dan menanamkan kembali kecintaan mahasiswa terhadap musik dan lagu-lagu tradisi. Melalui mata kuliah ini, kami mengangkat kembali kearifan lokal budaya Gorontalo agar tidak tergerus dan hilang ditelan kecanggihan teknologi zaman sekarang,” ungkap Rahmawati.
Sinergi antara pemaparan materi tentang pantun, penampilan Tinilo Kola Kola dan visualisasi bunyi lewat musik ansambel menjadikan Festival Literasi Bone Bolango kali ini sebagai paket lengkap edukasi dan pelestarian budaya.