Literasi dan Tingkat Kemiskinan di Kawasan Teluk Tomini

Oleh: Zulkifli Tanipu, M.A.,Ph.D.

fsb.ung.ac.idGorontalo – Kemiskinan di kawasan Teluk Tomini adalah masalah struktural yang tidak hanya disebabkan oleh keterbatasan ekonomi, tetapi juga oleh rendahnya literasi masyarakat. Literasi dalam konteks pembangunan tidak sebatas kemampuan membaca dan menulis, melainkan mencakup keterampilan mengakses, memahami, dan menggunakan informasi untuk meningkatkan taraf hidup. Rendahnya literasi menyebabkan masyarakat kesulitan memanfaatkan peluang pendidikan, pekerjaan, maupun akses pada layanan publik. Akibatnya, banyak keluarga tetap terjebak dalam lingkaran kemiskinan antar generasi.

Literasi memiliki korelasi kuat dengan tingkat pendapatan masyarakat. Individu yang memiliki literasi tinggi cenderung mampu mengelola sumber daya, memanfaatkan teknologi, dan berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi produktif. Sebaliknya, masyarakat dengan literasi rendah sering terjebak dalam pekerjaan informal berupah rendah, tanpa perlindungan hukum dan akses jaminan sosial. Hal ini terlihat pada sebagian besar nelayan tradisional dan petani kecil di Teluk Tomini yang belum mampu mengoptimalkan hasil usaha mereka. Kurangnya literasi finansial juga memperburuk kondisi mereka karena sulit mengakses lembaga keuangan formal.

Dari perspektif pendidikan, angka putus sekolah di beberapa wilayah Teluk Tomini masih cukup tinggi. Kondisi ini menyebabkan generasi muda kehilangan kesempatan membangun kompetensi dasar, termasuk literasi fungsional dan digital. Tanpa literasi memadai, mereka sulit bersaing dalam pasar kerja modern yang semakin kompetitif. Padahal, dengan literasi yang baik, generasi muda bisa mengolah potensi lokal seperti perikanan, pertanian, dan pariwisata menjadi sektor unggulan berdaya saing. Literasi yang rendah pada akhirnya mempersempit peluang ekonomi masyarakat.

Selain faktor pendidikan, keterbatasan fasilitas juga menjadi penyebab rendahnya literasi di kawasan ini. Minimnya perpustakaan desa, akses buku, maupun sarana teknologi digital membatasi kesempatan belajar masyarakat. Kondisi geografis yang relatif terpencil di beberapa daerah semakin memperlebar kesenjangan literasi dengan wilayah perkotaan. Hal ini berimplikasi pada kesenjangan sosial-ekonomi yang lebih luas. Rendahnya literasi membuat masyarakat semakin sulit keluar dari jerat kemiskinan.

Untuk mengatasi persoalan ini, peningkatan literasi harus dilakukan melalui program yang kontekstual dan berkelanjutan. Program literasi berbasis sekolah perlu diperkuat dengan kurikulum yang relevan dengan kehidupan masyarakat pesisir dan pedalaman. Guru perlu dilatih untuk mengintegrasikan literasi dengan keterampilan praktis, seperti literasi finansial, literasi kesehatan, dan literasi digital. Dengan pendekatan ini, literasi menjadi solusi nyata yang langsung berdampak pada keseharian masyarakat. Pendidikan literasi tidak lagi bersifat abstrak, melainkan terkait langsung dengan kebutuhan hidup mereka.

Selain pendidikan formal, solusi juga perlu hadir melalui pendidikan nonformal dan komunitas. Pemerintah daerah bersama perguruan tinggi dan organisasi masyarakat dapat membangun pusat literasi desa. Pusat ini berfungsi sebagai ruang belajar bersama, menyediakan akses buku, pelatihan keterampilan, hingga literasi digital. Kehadiran relawan literasi dari kalangan mahasiswa juga bisa menjadi motor penggerak. Pendekatan ini terbukti efektif di beberapa daerah lain di Indonesia dan bisa direplikasi di Teluk Tomini.

Literasi adalah kunci strategis untuk menurunkan tingkat kemiskinan di Teluk Tomini. Rendahnya literasi memperkuat lingkaran kemiskinan, sementara peningkatan literasi membuka jalan bagi transformasi sosial-ekonomi. Solusi nyata dapat dilakukan dengan memperkuat pendidikan formal, menyediakan fasilitas literasi desa, melatih guru, dan melibatkan komunitas. Literasi yang kontekstual akan memberdayakan masyarakat agar mampu mengakses peluang pendidikan, pekerjaan, dan ekonomi modern. Jika langkah ini diimplementasikan secara konsisten, maka Teluk Tomini dapat keluar dari jebakan kemiskinan dan menjadi kawasan dengan masa depan yang lebih sejahtera.

Penulis adalah Dosen Tetap Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Negeri Gorontalo..