Oleh: Zulkifli Tanipu, M.A.,Ph.D.
fsb.ung.ac.id, Gorontalo – Perkembangan teknologi linguistik telah membuka peluang baru dalam mengkaji cara manusia belajar dan menggunakan bahasa. Dua pendekatan yang semakin banyak diperbincangkan adalah corpus linguistics dan documentary linguistics. Corpus linguistics berfokus pada pengumpulan dan analisis data bahasa dalam jumlah besar untuk menemukan pola penggunaan, sementara documentary linguistics berupaya mendokumentasikan bahasa, terutama yang terancam punah, secara menyeluruh. Kombinasi keduanya menjadi sebuah terobosan penting dalam merekonstruksi asesmen perkembangan bahasa, terutama dalam konteks pendidikan dan penelitian bahasa minoritas.
Dalam penelitian asesmen perkembangan bahasa, penggunaan corpus memungkinkan peneliti menganalisis secara kuantitatif aspek tata bahasa, kosakata, dan struktur wacana yang dikuasai penutur pada setiap tahap perkembangan. Data ini lebih objektif dibanding observasi subjektif semata, karena berbasis bukti nyata dari tuturan atau teks yang direkam. Sementara itu, pendekatan documentary linguistics memastikan bahwa konteks sosial, budaya, dan pragmatik bahasa juga tercatat dengan baik, sehingga penilaian perkembangan bahasa tidak hanya terfokus pada bentuk linguistik, tetapi juga pada fungsi komunikasi di dunia nyata.
Manfaat besar dari integrasi dua pendekatan ini terlihat dalam upaya mengembangkan instrumen asesmen bahasa yang lebih adil dan representatif. Dengan basis corpus, tes bahasa dapat dirancang menggunakan materi yang mencerminkan penggunaan bahasa sehari-hari, bukan hanya bahasa buku teks. Sementara dokumentasi yang kaya memberikan pemahaman tentang variasi dialek, register, dan konteks budaya yang relevan, sehingga asesmen lebih inklusif terhadap keragaman bahasa peserta didik.
Penerapan praktisnya juga mulai terlihat di berbagai negara. Di beberapa proyek internasional, tim peneliti menggunakan spoken corpus anak-anak untuk memetakan urutan pemerolehan struktur sintaksis, kemudian merancang asesmen perkembangan bahasa yang menyesuaikan dengan pola alami pemerolehan tersebut. Hal ini memungkinkan guru dan terapis wicara untuk memberikan intervensi yang lebih tepat sasaran, serta mendeteksi keterlambatan bahasa lebih dini.
Ke depan, corpus and documentary linguistics diprediksi akan menjadi fondasi utama dalam desain kurikulum bahasa, asesmen berbasis teknologi, dan penelitian pemerolehan bahasa lintas budaya. Dengan dukungan kecerdasan buatan, analisis korpus akan semakin cepat dan akurat, sedangkan dokumentasi bahasa dapat dilakukan secara kolaboratif oleh penutur asli. Hasilnya adalah pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana bahasa berkembang, bagaimana ia harus diajarkan, dan bagaimana keberagaman bahasa dapat terus dipertahankan di tengah arus globalisasi.
Penulis adalah Dosen Tetap Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Negeri Gorontalo..