Tantangan Baru Literasi Bahasa Inggris pada Era TikTok dan Instagram

Oleh: Zulkifli Tanipu, M.A.,Ph.D.

fsb.ung.ac.idGorontalo – Kemampuan membaca bahasa Inggris menjadi semakin penting pada era TikTok dan Instagram. Akan tetapi, mahasiswa di Gorontalo masih menghadapi kendala yang cukup serius. Banyak mahasiswa menghabiskan waktu mereka di media sosial, tetapi tidak banyak berinteraksi dengan bacaan akademik yang baik. Kondisi ini membuat paparan kosakata dan struktur bahasa mereka tetap terbatas dari tahun ke tahun. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa pola konsumsi digital yang tidak seimbang ini berpengaruh besar terhadap kemampuan membaca mahasiswa. Mahasiswa cenderung menikmati konten hiburan, tetapi merasa kesulitan saat dihadapkan dengan teks akademik berbahasa Inggris. Situasi ini menunjukkan adanya kesenjangan antara kebiasaan digital mahasiswa dan tuntutan literasi akademik masa kini.

Selain persoalan akses bacaan, kemampuan kognitif juga menjadi faktor penting yang memengaruhi literasi. Working memory, atau kemampuan menyimpan dan mengolah informasi secara bersamaan, terbukti berperan besar dalam kelancaran membaca. Mahasiswa dengan working memory rendah sering kali harus membaca ulang, cepat lelah, dan kesulitan mengikuti alur teks panjang. Hal ini membuat mereka membutuhkan waktu lebih banyak dibanding pembaca yang sudah terlatih. Berbagai penelitian tentang working memory in reading process menunjukkan bahwa kinerja optimal working memory akan sangat mementukan Tingkat pemahaman bacaan. Kondisi ini memperjelas mengapa banyak dari mahasiswa kesulitan memahami teks bahasa Inggris secara mendalam.

Masalah berikutnya adalah kurangnya paparan kosakata baru dan bermakna secara memadai. Banyak mahasiswa masih membaca dengan cara menerjemahkan kata per kata, sehingga alur bacaan menjadi terputus-putus. Pola membaca seperti ini membuat proses memahami bacaan menjadi jauh lebih lambat. Beberapa mahasiswa yang diwawancarai menunjukkan bahwa mereka sangat bergantung pada Google Translate saat membaca. Ketergantungan ini menunjukkan bahwa kosakata yang mereka kuasai belum cukup untuk membaca secara mandiri. Situasi ini mempertegas bahwa penguasaan kosakata merupakan kunci utama dalam meningkatkan literasi mereka.

Faktor lain yang sering terabaikan adalah kemampuan mengenali recurrent multiword sequences atau frasa yang sering digunakan dalam bahasa Inggris. Penguasaan frasa-frasa seperti as a result, supposed to, atau instead of akan sangat membantu mahasiswa dalam memahami makna kalimat secara cepat. Sayangnya, beberapa penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa menunjukkan bahwa mahasiswa Gorontalo belum terbiasa dan menguasai dengan benar pengunnan frasa-frasa ini. Akibatnya, mereka membaca secara lambat karena harus memproses setiap kata secara terpisah. Kondisi ini meningkatkan beban kognitif saat membaca teks yang kompleks. Temuan ini menunjukkan bahwa pembelajaran bahasa perlu memberikan perhatian lebih pada recurrent multi-word sequences yang sering muncul dalam teks akademik.

Secara keseluruhan, persoalan literasi mahasiswa tidak hanya disebabkan oleh kurangnya minat membaca. Faktor kognitif, kemampuan bahasa, dan ketimpangan akses digital turut menciptakan hambatan yang saling berkaitan. Dibutuhkan strategi pembelajaran yang lebih terencana untuk memperkuat kemampuan bekerja memori, kosakata, dan pengenalan frasa-rutin. Kampus juga perlu menyediakan akses yang lebih baik ke sumber bacaan digital yang berkualitas. Upaya ini penting agar mahasiswa tidak hanya mengonsumsi konten hiburan, tetapi juga memiliki kesempatan untuk meningkatkan kemampuan akademik mereka. Dengan memperbaiki aspek-aspek ini, mahasiswa Gorontalo dapat berkembang menjadi pembaca digital yang lebih kritis dan kompeten.

Penulis adalah Dosen Tetap Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Negeri Gorontalo..