Mengapa Mahasiswa Sering “Blank” Saat Sidang Skripsi? Ini Beberapa Jawabannya

Zulkifli Tanipu, M.A.,Ph.D adalah Dosen Tetap Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Negeri Gorontalo..

Oleh: Zulkifli Tanipu, M.A.,Ph.D.

fsb.ung.ac.idGorontalo – Jika kita pernah melihat mahasiswa tiba-tiba “blank” saat ujian skripsi, hal ini bukan hal yang aneh. Mahasiswa sebenarnya paham isi penelitiannya, tetapi justru kehilangan kata ketika harus menjelaskannya di depan penguji. Suasana yang mereka rasakan di dalam ruang ujian membuat mereka seperti sedang diadili, bukan diuji.

Situasi ini memicu kecemasan yang membuat otak bekerja tidak seefektif biasanya. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa faktor psikolinguistik berperan besar dalam momen seperti ini. Dengan kata lain, masalahnya bukan pada kemampuan akademik semata, tetapi pada cara otak memproses dan mengolah informasi saat situasi seperti ini.


Salah satu penyebab utama mahasiswa sering “blank” saat ujian adalah kerja memori yang terlalu berat. Saat ujian skripsi, mahasiswa harus menjelaskan teori, metode, temuan, dan menjawab pertanyaan secara spontan. Semua itu harus dilakukan sambil tetap menjaga ketenangan diri. Ketika sidang skripsi berlangsung, otak mahasiswa harus mengolah banyak informasi dalam waktu yang sangat singkat.

Di sisi lain, working memory manusia memiliki keterbatasan. Sebagian besar orang tidak bisa memproses semua informasi sekaligus. Saat kondisi ini terjadi, mahasiswa mulai kesulitan mengolah informasi dan meberikan respon yang tepat dan cepat terhadap informasi yang ada. Itulah sebabnya banyak mahasiswa tiba-tiba terhenti atau kehilangan fokus saat menjawab pertanyaan atau memberi penjelasan. Inilah alasan mengapa sebagian mahasiswa tiba-tiba “blank” saat ujian skripsi.


Kecemasan juga mengambil peran besar sebagai penyebab mahasiswa kesulitan berbicara. Ketika gugup, perhatian mahasiswa beralih dari isi jawaban ke rasa takut akan penilaian dosen penguji. Mahasiswa mulai memikirkan kemungkinan salah, kemungkinan ditertawakan, atau kemungkinan tidak bisa menjawab. Pikiran-pikiran itu justru memperburuk kemampuan berbicara mereka.

Wawancara dengan beberapa mahasiswa menunjukkan bahwa pertanyaan mendadak adalah salah satu pemicu terbesar kecemasan tersebut. Karena itu, banyak mahasiswa tampak tidak siap, padahal mereka sudah belajar dengan giat untuk mempersiapkan ujian.


Beberapa mahasiswa juga menyampaikan bahwa tekanan yang meraka rasakan waktu ujian juga dapat memperburuk situasi. Penguji sering meminta jawaban cepat, sementara mahasiswa butuh beberapa saat untuk menyiapkan jawaban. Kecepatan ini membuat proses berpikir mereka tidak stabil dan lebih mudah terganggu.

Para dosen juga sebenarnya mengakui bahwa durasi ujian yang singkat bisa membuat mahasiswa tidak mampu menunjukkan kemampuan terbaiknya. Ketika durasi tanya jawab terlalu cepat, mahasiswa cenderung kehilangan alur bicara. Kondisi ini menunjukkan bahwa desain ujian skripsi pun ikut memengaruhi performa mahasiswa.

Temuan ini mengingatkan kita bahwa ujian skripsi bukan hanya tentang kesiapan intelektual, tetapi juga tentang bagaimana mahasiswa menghadapi tekanan. Perubahan kecil dalam cara penguji memberikan pertanyaan dapat membuat perbedaan besar bagi mahasiswa. Kampus juga bisa membantu dengan memberi pelatihan untuk mengurangi kecemasan berbicara di depan publik.

Mahasiswa perlu diajari bagaimana persiapan psikologis, proses mengolah informasi, dan menjawab dengan tepat. Pendekatan semacam ini menjadikan ujian skripsi sebagai ruang untuk bertukar ide penelitian dan temuan-temuan ilmiah yang akan berguna bagi mahasiswa di kemudian hari. Dengan cara itu, mahasiswa bisa tampil lebih percaya diri dan hasil ujian skripsi akan lebih mencerminkan kemampuan mahasiswa yang sebenarnya.

Penulis adalah Dosen Tetap Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Negeri Gorontalo..