LENINGO, SUARA LELUHUR GORONTALO YANG MENGAJARKAN KEBIJAKSANAAN HIDUP

Oleh: Dr. Herman Didipu, S.Pd., M.Pd.

fsb.ung.ac.idGorontalo – Gorontalo dikenal sebagai salah satu daerah dengan kekayaan sastra lisan yang melimpah. Dari sekian banyak ragamnya, leningo merupakan salah satu bentuk puisi lisan yang berisi petuah dan nasihat kehidupan dari para leluhur. Sayangnya, di tengah gempuran modernisasi, leningo kini mulai tersisih bahkan di tanah kelahirannya sendiri.

Dalam berbagai upacara adat, leningo sering hanya menjadi formalitas seremonial tanpa dipahami makna dan nilai-nilai luhur yang dikandungnya. Padahal, jika dicermati, leningo memuat tuntunan moral yang sangat relevan bagi kehidupan masyarakat masa kini.

Leningo bukan sekadar rangkaian kata yang disusun secara estetis. Ia merupakan sastra humanitas yang membahas bagaimana manusia seharusnya menempatkan diri, baik sebagai individu, sebagai bagian dari masyarakat, maupun sebagai makhluk ciptaan Tuhan.

Dilihat dari segi bentuk, leningo terikat pada konvensi puisi lama dengan struktur bait empat baris, pola rima, dan matra tertentu. Sementara dari segi isi, leningo menyuarakan nilai-nilai kebijaksanaan yang diwariskan turun-temurun. Itulah sebabnya ia digunakan dalam berbagai ritual adat, sebagai media penguatan moral dan pengingat identitas budaya.

Hasil penelitian terhadap teks-teks leningo menunjukkan adanya nilai-nilai humanitas yang sangat kuat. Salah satu nilai utama adalah ajakan untuk menjaga salat sebagai refleksi hubungan manusia dengan Tuhannya. Leningo juga menekankan pentingnya menjauhi sifat sombong, sebab kesombongan dianggap mampu menyeret manusia lupa pada hakikat dirinya.

Selain itu, leningo menanamkan nilai amanah agar generasi muda menjaga dan melestarikan adat-istiadat leluhur sebagai jati diri masyarakat Gorontalo. Di dalamnya juga terkandung pesan untuk menghormati guru, karena ilmu yang kita miliki merupakan buah dari bimbingan mereka.

Tidak hanya itu, leningo turut mengajarkan bahwa ilmu sejatinya harus diamalkan. Ilmu yang tidak diamalkan akan hilang seiring pemiliknya. Sementara ilmu yang dipraktikkan akan terus hidup dan memberi manfaat bagi banyak orang. Leningo juga menekankan pentingnya kesadaran bahwa manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan.

Hubungan manusia diibaratkan seperti pisau dan sarungnya, berbeda namun tidak bisa dipisahkan. Pesan terakhir adalah keharusan untuk berperilaku baik, karena perilaku baik menjadi cermin kualitas diri seseorang dan menjadi fondasi kuat dalam menjaga harmoni sosial.

Melalui nilai-nilai humanis yang dikandungnya, leningo sesungguhnya menawarkan pedoman hidup yang sangat relevan bagi masyarakat modern. Di tengah perubahan yang begitu cepat, masyarakat Gorontalo justru memiliki modal budaya yang kaya untuk memperkuat karakter, moral, dan identitas budaya.

Oleh karena itu, upaya pelestarian leningo harus terus ditingkatkan agar generasi muda tidak kehilangan salah satu warisan sastra lisan paling berharga dari tanah Hulondalo. Leningo bukan hanya sastra, ia adalah cermin kebijaksanaan leluhur yang menuntun manusia menjadi pribadi yang lebih arif dan berperadaban.

(Tulisan ini disarikan dari hasil penelitian penulis dengan judul “Leningo, Sastra Humanitas dari Gorontalo: Konkretisasi Nilai-nilai” pada 2017)

Penulis adalah Dosen Tetap Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Negeri Gorontalo