English Proficiency Test by British Council

Oleh: Prof. Dr. Moon Hidayati Otoluwa, M.Hum

fsb.ung.ac.idGorontalo – English Proficiency Test, ditetapkan menjadi Program dari Koordinator Prodi Bahasa Inggris sebagai Program Tahunan. Program tersebut dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada dosen dan mahasiswa Bahasa Inggris untuk mengupdate kemampuan bahasa Inggrisnya.

Saya harus English Proficiency Test (EPT), untuk apa? Itu pertanyaan yang pertama muncul dalam benak pikiran saya yang bisa dibilang sudah usia senja ini. Apakah tidak sebaiknya yang masih muda dan masih perlu mengembangkan karirnya saja yang harus ikut English Proficiency Test (EPT)

Bagaimana kalau saya ikut, bersamaan dengan dosen-dosen muda yang kemampuan bahasa Inggrisnya lebih updated dari pada saya? Apakah tidak akan memalukan jika score saya nanti paling di bawah?

Pikiran itu agak mengganggu saya semalam. Akhirnya saya berniat untuk tidak ikut dulu kali ini. Biarlah nanti ikut pada kesempatan berikutnya. Tapi saya berpikir lagi, andaikan saya tidak ikut sekarang, kapan kesempatan ini datang lagi, bulan depan, tahun depan atau berapa tahun lagi?

Mulailah saya search di google, apa sebenarnya EPT. English Proficiency Test itu untuk apa? Oh, ternyata hanya untuk mengetahui sejauh mana kemampuan saya dalam bahasa Inggris sekarang.

Bukan untuk bersaing ataupun bertanding dengan yang muda-muda. Bukan untuk mengetes kemampuan saya sehingga jadi bahan olokan jika score saya rendah.

Akhirnya, saya memutuskan untuk ikut. Saya ingin tahu betul di level mana kemampuan saya, kalau memang rendah ya harus belajar lagi? Kan belajar itu wajib, dari buaian hingga ke liang lahat? Kenapa harus malu? Kalau berani menamakan diri sebagai dosen, apa lagi sudah bergelar Guru Besar, ya harus merasa wajib mengupdate ilmunya?

Untuk meyakinkan pendapat saya ini, saya ajaklah teman-teman lain yang sudah tergolong senior, walaupun masih lebih junior dari pada saya. Pokoknya bismillah, kita niatkan untuk menunjukkan semangat belajar kita yang tidak pernah padam.

Dengan bantuan mahasiswa ibu Dr. Dewi Dama yang siap siaga membantu pengoperasian aplikasinya, kami bisa memulai mempelajari soalnya. Ternyata tidak sesulit yang saya bayangkan. Hanya saja, cara berpindahnya dari soal satu ke soal berikutnya yang membuat saya pribadi, banyak menyita waktu.

Tapi Alhamdulillah , dengan sangat pelan dan penuh hati-hati, akhirnya selesai juga. Sudah selesai semua soal saya kerjakan? Benarkah ini? Saya ulangi lagi menatap layar laptop saya, memang benar sudah selesai, bahkan sudah tertera score akhirnya di sana.

Alhamdulillah, ternyata tidak sesulit yang saya bayangkan kemarin. Itulah salah satu sifat manusia teman-teman. Kita ini ada kalanya terlalu dibebani oleh bayang-bayang kita sendiri yang selalu membayangkan kesulitan yang akan dihadapi, padahal masalah itu tidak selalu sesulit yang kita bayangkan. Ini telah terbukti dengan pengalaman saya.mengikuti EPT ini.

Setelah selesai, barulah saya yakin bahwa keputusan saya untuk ikut ujian pada kesempatan pertama, tidaklah sia-sia, karena dengan test ini saya bisa segera tahu, sampai dimana kemampuan saya. Setelah mengikuti EPT dan tahu hasil scorenya kita jadi tahu posisi kemampuan kita.

Setelah itu, kita akan mendapat kesempatan untuk mengikuti kursus secara online, sesuai level kita masing-masing. Secara berkala, kita akan dikirimi materi ajar berupa materi ajar listening, reading, speaking dan grammar.

Menariknya, kita akan dibantu oleh native speaker ketika tiba pada latihan yang membutuhkan interaksi pada bagian oral practice. Masing-masing, sudah disertai dengan test pada setiap akhir materi. Jadi, sangat menguntungkan ikut EPT ini. Sebaiknya jangan ditunda lagi. Kalau dibuka lagi kesempatan, ikutlah segera.

Demikian sekelumit pengalaman seorang Guru Besar yang masih kurang percaya diri ketika menghadapi test. Semoga bermanfaat.

Penulis adalah Dosen Tetap Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Negeri Gorontalo..