NOVEL ETNOGRAFIS: JENDELA KERAGAMAN BUDAYA INDONESIA, Oleh: Dr. Herman Didipu, S.Pd., M.Pd.

fsb.ung.ac.idGorontalo – Indonesia adalah bangsa yang kaya akan keragaman budaya, dengan ratusan suku dan tradisi yang unik. Keragaman ini tidak hanya menjadi kekayaan nasional, tetapi juga inspirasi bagi para sastrawan untuk menciptakan karya yang menggambarkan kehidupan budaya lokal. Salah satu genre sastra yang menonjol dalam hal ini adalah novel etnografis, yaitu novel yang mengangkat deskripsi mendalam tentang kebudayaan suatu etnik atau daerah. Contohnya seperti Namaku Teweraut karya Ani Sekarningsih yang mengisahkan kehidupan suku Asmat di Papua, atau Tarian Bumi karya Oka Rusmini yang memotret budaya Bali. Melalui novel-novel ini, pembaca diajak memahami keunikan budaya daerah tanpa harus mengunjunginya secara langsung.

Novel etnografis tidak sekadar menghibur, tetapi juga berfungsi sebagai media pendidikan multikultural. Dengan membaca karya-karya ini, pembaca, terutama generasi muda, dapat memperluas wawasan tentang kebhinekaan Indonesia. Misalnya, novel Upacara karya Korrie Layun Rampan menggambarkan ritual adat suku Dayak Benuaq, sementara Cinta Putih di Bumi Papua mengungkap nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Patipi. Informasi budaya yang disajikan dalam novel-novel ini membantu menumbuhkan kesadaran akan pentingnya menghargai perbedaan dan menjaga harmoni sosial.

Salah satu keunikan novel etnografis adalah kemampuannya menyajikan kritik budaya sekaligus apresiasi terhadap tradisi lokal. Misalnya, novel Anak Bakumpai Terakhir karya Yuni Nurmalia tidak hanya menceritakan kehidupan suku Dayak Bakumpai, tetapi juga menyoroti ancaman kepunahan budaya akibat modernisasi. Begitu pula Manusia Langit karya J.A. Sonjaya yang mengisahkan keteguhan masyarakat Nias mempertahankan adat mereka. Melalui kisah-kisah ini, pembaca diajak untuk merenungkan nilai-nilai luhur budaya daerah yang perlu dilestarikan.

Novel etnografis juga menjadi jembatan antara dunia sastra dan antropologi. Penulis novel etnografis, baik yang berasal dari dalam budaya (insider) maupun luar budaya (outsider), berusaha menggambarkan kebudayaan dengan detail. Penulis insider seperti Oka Rusmini mampu menyajikan perspektif autentik tentang Bali, sementara penulis outsider seperti Dzikry el Han menghadirkan sudut pandang baru tentang Papua. Kolaborasi ini memperkaya khazanah sastra Indonesia sekaligus memperkuat pemahaman lintas budaya.

Dalam konteks Indonesia yang majemuk, novel etnografis memiliki peran strategis untuk mengokohkan persatuan. Dengan membaca karya-karya ini, masyarakat diajak untuk lebih mengenal, menghargai, dan merayakan keragaman budaya. Nilai-nilai luhur seperti gotong royong, penghormatan pada alam, dan kesetaraan yang tercermin dalam novel-novel ini bisa menjadi panduan hidup berbangsa. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mendorong penulisan, pembelajaran, dan penelitian lebih lanjut tentang novel etnografis sebagai salah satu pilar kebudayaan Indonesia. (Dr. Herman Didipu, S.Pd., M.Pd.)

Penulis adalah Dosen Tetap Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Negeri Gorontalo dan tulisan ini disarikan dari disertasi penulis di Universitas Negeri Surabaya, 2017.