fsb.ung.ac.id, Gorontalo – Desa Ikhwan, yang terletak di Kecamatan Dumoga Barat, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, merupakan salah satu daerah yang masih mempertahankan nilai-nilai kebudayaan lokal, khususnya dalam menghadapi peristiwa kedukaan. Di tengah arus modernisasi, masyarakat desa ini menunjukkan bahwa kematian bukanlah sekadar urusan pribadi atau keluarga inti, melainkan sebuah peristiwa sosial yang menyatukan seluruh komunitas.
Ketika seorang warga meninggal dunia, kabar duka tersebut segera tersebar luas melalui jaringan komunikasi informal yang sangat kuat. Warga, tanpa dikomando, mulai berdatangan ke rumah duka, tidak hanya untuk menyampaikan belasungkawa secara lisan, tetapi juga membawa bahan makanan pokok seperti beras, gula, kopi, dan minyak goreng. Bantuan ini dikenal dengan istilah “tanda belasungkawa” — sebuah bentuk solidaritas yang disampaikan secara diam-diam, tanpa formalitas, namun penuh makna.
Tradisi gotong royong pun langsung terlihat. Ibu-ibu berkumpul di dapur umum untuk memasak makanan bagi para pelayat dan keluarga yang ditinggalkan. Para remaja membantu mencuci piring, menyapu halaman, menata tikar, dan merapikan ruangan. Kaum pria dewasa ada yang mengatur lalu lintas kendaraan, menjaga tenda, atau membantu menggali kubur jika belum dilakukan. Tidak ada struktur panitia, tidak ada pembagian tugas tertulis, semuanya mengalir secara alami. Ini mencerminkan adanya kesadaran kolektif yang telah mengakar kuat dalam budaya mereka.
Kegiatan solidaritas ini tidak berhenti pada hari kematian saja. Selama tujuh hari berturut-turut, rumah duka menjadi pusat kegiatan sosial dan spiritual. Doa-doa dipanjatkan setiap malam. Tahlilan, zikir, dan pembacaan yasin menjadi rutinitas yang dijalankan bersama. Kehadiran warga secara konsisten memberikan kekuatan moral dan spiritual kepada keluarga yang sedang berduka.
Puncak dari tradisi ini terjadi pada peringatan hari ke-40 kematian. Warga kembali berkumpul dalam jumlah besar, membawa makanan untuk dibagikan, serta mengikuti doa bersama. Ritual ini bukan hanya menjadi bentuk penghormatan kepada almarhum, tetapi juga menjadi ruang untuk mempererat tali silaturahmi antarwarga. Dalam suasana hening dan haru, terlihat jelas nilai empati, kepedulian, dan kebersamaan yang menjadi ciri khas masyarakat Desa Ikhwan. (Dr. Muslimin, S.Pd., M.Pd)
Penulis adalah Dosen Tetap Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Negeri Gorontalo)