(Artikel ini adalah lanjutan dari tulisan saya bagian kedua yang membahas gejala kepunahan Bahasa Bulango dari sisi historis. Pada bagian 3 penulis memaparkan data hasil penelitian local, nasional, dan internasional yang menunjukkan gejala kepunahan bahasa serta menuliskan klasifikasi “kesehatan” bahasa yang dibuat oleh Wurm. )
Sebelumnya telah dibahas bahwa semakin hari Bahasa Bulango semakin tercerabut dari kehidupan masyarakat Gorontalo umumnya dan masyarakat Bulango khususnya. Tanda-tanda kepunahan Bahasa Bulango terpampang nyata sebab hanya digunakan oleh orang-orang tertentu saja dalam serangkaian acara adat pernikahan dan kematian. Disisi lain, Bahasa Suwawa masih lebih banyak penuturnya di bagian pesisir Bone Raya dan sekitarnya.
Selain latar belakang sejarah perpindahan wilayah kerajaan Bulango, berbagai kajian ilmiah telah lama mengidentifikasi gejala kepunahan bahasa. Menurut Tondo (2009), kepunahan bahasa-bahasa daerah di Indonesia tampaknya menjadi sebuah fenomena. Dewasa ini terdapat pula banyak bahasa daerah yang jumlah penuturnya sedikit dan sedang berada di ambang kepunahan.
Menurut hasil studi baru-baru ini, Mukhamad Hamid Samiaji (2024) mengungkapkan bahwa sekurang-kurangnya ada enam faktor kepunahan sebuah bahasa daerah di Indonesia, yaitu: globalisasi dan modernisasi, perubahan demografis, proses asimilasi budaya, bahasa sebagai alat kekuatan politik dan social, dukungan dari pemerintah atau masyarakat, dan perkembangan teknologi dan media massa.
Saat ini, menurut data sebuah penelitian dari Australian National University (ANU) pada tahun 2021 yang dikutip Mukhamad Hamid Samiaji (2024) menunjukkan bahwa pada akhir abad ke-21, sekitar 1.500 bahasa dunia akan punah. Indonesia menempati posisi kedua sebagai negara yang paling banyak bahasa daerahnya setelah Papua Nugini. Akan tetapi, pada akhir abad ke-21, sekitar lebih dari setengah bahasa daerah di Indonesia akan punah. Klaim tersebut diilustrasikan dalam Diagram berikut.
Menurut Kepala Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Kemendikbudristek, Aminudin Aziz, menuturkan bahwa setiap dua minggu, dunia kehilangan satu bahasa daerah karena punah akibat tidak ada lagi penuturnya. Data itu merupakan hasil survei badan dunia Persatuan Bangsa-bangsa (PBB), United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO). Dari catatan UNESCO, terdapat sekitar 7.600 bahasa daerah di dunia. Di Indonesia sendiri yang memiliki 718 bahasa daerah, data pada tahun 2019, sebelas diantaranya sudah dinyatakan punah. Kemudian data tahun 2021, 24 bahasa daerah dinyatakan mulai mengalami kemunduran dari segi jumlah penutur. Dan itu terjadi mulai dari wilayah Indonesia Timur, Indonesia Tengah dan Barat (Rep Pun, 2024).
Mencermati gejala-gejala tersebut, ada baiknya penulis memaparkan parameter kepunahan bahasa yang diklasifikasi oleh Wurm (1998, p. 439) tentang “kesehatan” atau tingkat bahaya dari sebuah bahasa. Moseley (2007) mengutip buah pemikiran Wurm tersebut dalam lima tahap berikut:
(1) Potentially endangered, yaitu bahasa-bahasa yang dianggap berpotensi terancam punah adalah bahasa yang secara sosial dan ekonomi tergolong minoritas serta mendapat tekanan yang cukup besar dari bahasa mayoritas. Generasi mudanya sudah mulai berpindah ke bahasa mayoritas dan jarang menggunakan bahasa daerah;
(2) Endangered, yaitu bahasa-bahasa yang terancam punah adalah bahasa yang tidak mempunyai lagi generasi muda yang dapat berbahasa daerah. Penutur yang fasih hanyalah kelompok generasi menengah (dewasa);
(3) Seriously/severely endangered, yaitu bahasa-bahasa yang dianggap sangat terancam punah adalah bahasa yang hanya berpenutur tua berusia diatas 50 tahun;
(4) Moribund, yaitu bahasa-bahasa yang dianggap sekarat adalah bahasa yang dituturkan oleh beberapa orang sepuh yaitu sekitar 70 tahun keatas; dan
(5) Extinct, yaitu bahasa-bahasa yang dianggap punah adalah bahasa yang penuturnya tinggal satu orang.
Dengan berdasarkan kelima klasifikasi tersebut, mari kita menilai dan merefleksi diri bersama-sama. Untuk Bahasa Bulango sendiri, masuk pada tahap “bahaya bahasa” yang mana dari lima tingkatan yang dibuat oleh Wurm?
Fakta lain yang tidak dapat kita abaikan, ada data hasil wawancara penelitian di Kabupaten Bone Bolango secara spesifik mengungkap bahwa penutur Bahasa Bulango di Gorontalo tidak banyak alias kurang dari 50 orang. Salah satu partisipan adalah warga masyarakat Molibagu, Bolaang Mongondow menyatakan bahwa jumlah itu diperolehnya melalui estimasi peserta pertemuan bersama paguyuban warga Molibagu di Provinsi Gorontalo (Rusnan, 2022). Data ini linier dari tahun ke tahun dengan pernyataan beberapa tokoh Bone Bolango sebagaimana dituliskan oleh Azhar (2016) dan Punonoo (2024) sebelumnya.
References
Azhar, R. A. (2016). Masih Adakah Penutur Bahasa Bulango di Provinsi Gorontalo? (regional.kompas.com, Producer) Retrieved Juli 23, 2024, from https://regional.kompas.com/read/2016/10/28/15301191/masih.adakah.penutur.bahasa.bulango.di.provinsi.gorontalo.?page=all
Moseley, C. (2007). Encyclopedia of the World’s Endangered Languages. London and New York: Reutledge Taylor & Francis Group. Retrieved Juli 24, 2024, from https://edisciplinas.usp.br/pluginfile.php/4415432/mod_folder/content/0/Routledge%20Language%20Family%20Series/Christopher_Moseley_Encyclopedia_of_the_Worlds_Endangered_Languages.pdf#page=444
Mukhamad Hamid Samiaji. (2024, Februari 23). Rapor Merah: Bahasa Daerah di Indonesia Akan Punah! (Kemdikbud, Producer) Retrieved Juli 24, 2024, from Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa: https://badanbahasa.kemdikbud.go.id/artikel-detail/4160/rapor-merah:-bahasa-daerah-di-indonesia-akan-punah
Punonoo, Y. M. (2024, Mei 28). Masih Adakah Penutur Bahasa Bulango di Provinsi Gorontalo? (B. Akantu, Editor, & rri.co.id, Producer) Retrieved Juli 23, 2024, from https://www.rri.co.id/iptek/718268/masih-adakah-penutur-bahasa-bulango-di-provinsi-gorontalo
Rep Pun. (2024, April 1). UNESCO: Setiap Dua Minggu, Satu Bahasa Daerah Punah di Dunia. (Revo, Editor) Retrieved Juli 24, 2024, from jabarprov.go.id: https://jabarprov.go.id/berita/unesco-setiap-dua-minggu-satu-bahasa-daerah-punah-di-dunia-12944
Rusnan. (2022, Juni). Peran Pemerintah Daerah Bone Bolango dalam Melestarikan Bahasa Bolango. Dikmas: Jurnal Pendidikan Masyarakat dan Pengabdian, 02(2), 461-482. doi:http://dx.doi.org/10.37905/dikmas.2.2.461-482.2022
Tondo, F. H. (2009). Saat ini Indonesia menempati posisi kedua sebagai negara yang paling banyak bahasa daerahnya. Akan tetapi, pada akhir abad ke-21, sekitar lebih dari setengah bahasa daerah di Indonesia akan punah. Hal ini didasarkan pada sebuah penelitian dari Australian. Jurnal Masyarakat dan Budaya, 11(2), 277-296. Retrieved Juli 24, 2024, from https://jmb.lipi.go.id/jmb/article/view/245/223; https://unsla.uns.ac.id/neounsla/index.php?p=show_detail&id=22151&keywords=
Wurm, S. A. (1998). Australasia and the Pacific. In C. Moseley, & C. Moseley (Ed.), Encyclopedia of the World’s Endangered Languages. London and New York: Reutledge Taylor & Francis Group. Retrieved from https://edisciplinas.usp.br/pluginfile.php/4415432/mod_folder/content/0/Routledge%20Language%20Family%20Series/Christopher_Moseley_Encyclopedia_of_the_Worlds_Endangered_Languages.pdf#page=444